Kalau Bisa Cetak Goal dalam 90 menit, Kenapa Harus Ada Extra Time?


 

Penulis: Karto

Guru Kuat, Indonesia Hebat. Sebuah tema yang dikemukan pada peringatan Hari Guru Nasional tahun 2024 ini terdengar menggugah dan perkasa sekali. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kuat berarti banyak tenaganya, tahan, tidak mudah goyah, mampu dan kuasa, serta memiliki keunggulan. Yah..memang harus kuat, tidak perlu lagi banyak penjelasan segala kondisinya, memang guru harus kuat dalam kondisi masing-masing individunya. Kekuatan ini lalu disandingkan dengan Indonesia langsung yaitu Indonesia Hebat. Woow.. ternyata dianggap sebegitu besar pengaruh kekuatan guru sehingga mampu disandingkan dengan Indonesia hebat ini.

Dalam pidato peringatan Hari Guru Nasional 2024, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menekankan tiga makna utama tema tersebut. Salah satunya yang menjadi sorotan saya yaitu penegasan arti penting guru sebagai profesi yang memiliki kedudukan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.  Guru bukan sekadar pendidik, tetapi juga pembimbing yang membantu murid menemukan potensi terbaik mereka. Bagus sekali dan saya suka sekali statement ini. Jika berbicara menemukan potensi murid, mari kita bercerita mengenai iklim sekolahnya itu sendiri.

Dewasa ini, kita guru sering sekali dibekali pelatihan-pelatihan, pembelajaran-pembelajaran, bahkan diberikan platform khusus untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bagi murid. Saya yakin memang, sebagian besar diantaranya berpengaruh positif terhadap perkembangan peserta didik, rapor pendidikan meningkat, dan angka-angka statistik lainnya meningkat. Namun lewat pelatihan-pelatihan ini pula saya menemukan pemikiran-pemikiran yang ‘agak laen’ tentang bagaimana sekolah yang ideal seharusnya berhamba pada murid sesuai filosofi Ki Hajar Dewantara. Saya terus memikirkan, apakah yang sudah saya upayakan dikelas ini, di mata pelajaran saya ini yaitu matematika, sudah murni mengakomodir apa yang diinginkan murid. Ataukah saya hanya memaksakan kehendak saya, ego saya, agar murid mengutamakan pelajaran saya, senang dikelas saya, tanpa benar-benar mendalami apa yang mereka inginkan.

‘Ayo nak, bapak punya ice breaking baru, ayo nak bapak punya media baru, ayo nak bapak punya metode baru dari hasil pelatihan kemarin, kalian pasti senang belajar, yuk masuk kelas bapak!’ merayu-rayu kita guru kepada mereka para murid. Iya memang pengaruhnya terkadang terasa dari motivasi belajar murid didalam kelas, namun pada saat tes mereka kembali ke setelan pabrik, karena apa, mereka jarang sekali mengulang, sementara keikhlasan dalam mengulang adalah salah satu indikator bakat murid, potensi murid selain dari asyik, puas, cepat belajar, dan terakhir keinginan untuk mengulang yang merupakan indikator-indikator dalam satu kesatuan. Apakah sebenarnya ini harapan utuh yang mereka cari disekolah? Bagi sebagian murid pasti iya, namun yang lain tentu tidak.

Saya mencontohkan pada diri saya sendiri, saya selalu merasa bahwa saya adalah salah satu murid yang terlambat mengenal potensi saya sendiri pada saat sekolah, seharusnya ada beberapa potensi lagi dalam diri saya yang dapat dilatih. Pada saat menjadi murid di sekolah hingga kuliah, saya tidak percaya diri berbicara didepan umum, tidak begitu mahir dalam bidang teknologi, tidak begitu mendalami bidang agama, tidak terlalu menguasai berbagai jenis olahraga, pada intinya saya tidak tahu apa potensi non akademik yang saya miliki. Saya hanyalah murid yang selalu menghafal jadwal masuk kelas guru tiap harinya dan mempersiapkan diri untuk mengikuti pelajaran di kelas tanpa tau apa potensi saya lainnya. Saya memang lumayan baik dalam akademik waktu itu sebagai murid, namun dibalik itu ada beberapa hal yang saya sesali yaitu potensi-potensi lain pada diri saya yang terlambat saya kenali karena tidak adanya program intens di sekolah untuk menaungi itu semua.

Tidak hanya pada diri saya, beberapa kawan terutama yang lahir pada generasi betapa menentukannya Ujian Nasional mengeluhkan hal yang sama. Berapa banyak gitar patah, alat lukis yang terbuang, suara emas yang terbungkam, ketika disela-sela waktu belajar akademik anak-anak ini menyempatkan diri main gitar, melukis, menyanyi dikamar masing-masing lalu ketahuan orang tuanya sambil berteriak, ‘yang kau lakukan tidak dapat membantumu lulus sekolah, tinggalkan itu!’.  Bagaimana anak-anak ini akan bekerja, berusaha, berbisnis, sesuai passion-nya masing-masing jika hal-hal yang menjadi keinginan positifnya dihambat? Maka tidaklah heran dimasa sekarang bahkan dimasa depan kita akan tetap krisis SDM yang bercita-cita menjadi pengusaha.

Hal tersebut banyak pula saya temui pada murid-murid saya sekarang ini. Mereka cenderung belum mengenal apa potensi bakat yang mereka punya untuk terus dilatih karena wadah untuk mengenali, mengamati potensinya tidak ada disekolah. Kebanyakan main tembak saja, mereka suka ini, suka itu, lalu dimasukkan kedalam kelas ekstrakurikurikuler seminggu sekali, padahal rasa suka bukanlah satu-satunya indikator suatu bakat melainkan satu kesatuan dengan rasa asyik, puas, cepat belajar, dan rasa ingin terus mengulang. Butuh wadah pengamatan intens dan program sekolah untuk mengamati itu semua. Maka saya sering memikirkan, bagaimana menyeimbangkan ini semua disekolah antara akademik dan non akademik harus memiliki porsi yang minimal tidak jauh berbeda. Jika ada empat minggu dalam sebulan, bolehlah satu minggu anak-anak ini berpesta dengan bakatnya masing-masing dengan bimbingan guru masing-masing tentunya. Saya bersyukur sekali bertemu rekan guru lain yang kolaboratif, tidak mementingkan egonya masing-masing, dan saling mendukung satu sama lain. singkat cerita, hadirlah program Talent Week disekolah kami SMP Negeri 8 Toboali. Pemikiran dan program ini tergolong masih waras sebagai guru atau tidak? Tentu harus diuji jangan sampai saya tersesat terlalu jauh.

Hadirlah Jambore GTK Hebat 2024, sebuah ajang apresiasi bagi guru-guru yang memiliki inovasi dan dedikasi di sekolahnya masing-masing. Saya bawa program Talent Week kedalam ajang ini, tujuan salah satunya menguji kewarasan saya tadi. Hasilnya ya masih cukup waras, ditingkat Provinsi, dipresentasikan didepan pakar pendidikan salah satu kampus besar di Indonesia, Talent Week masih mendapat apresiasi dari seluruh juri dan akan berlanjut pada ajang Jambore GTK Hebat tingkat Nasional pada 27 November nanti. Tidak muluk-muluk, jika saya berkesempatan mempresentasikan kembali, saya ingin menyatakan bahwa apapun kurikulumnya, apapun buku, kebijakan dan lain halnya, iklim sekolah harus memiliki keseimbangan program akademik dan non-akademik bagi murid, apapun nama programnya, biarkan para murid menemukan, mengasah, berpesta dan berkarya sesuai bakat dan passion-nya masing-masing serta tidak hanya mengandalkan ekstrakurikuler. Didalam sepakbola, kalau bisa cetak Goal dan menang dalam 90 menit, kenapa harus ada extra time?

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment